Irrational...

Kalau kita berencana, panjang pendek jalannya,
dengan mata dan logika manusia, entah sampai mana,
semua bisa berjalan dengan pencanangan kita.

Belum tentu habis malam ini kita bisa lahap,
belum pasti esok pagi kita jelang, jangan berfikir lusa,
sebulan, setahun, dan seterusnya.

Berencana itu baik, berlogika itu sungguh terpuji,
tapi memilah antara hati dan nafsu, sesungguhnya sederhana,
yang mana yang ingin mementingkan diri sendiri,
yang mana yang sampai harus mengorbankan orang lain.

Segala sesuatu yang nampak tunggal dalam kesengsaraan tidak selalu berujung negatif,
tidak selalu berakhir dalam penolakan yang mematikan jiwa raga.

Tapi pengorbanan adalah suatu titik awal, proses dan mungkin penutup kisah,
dalam suatu perjalanan irasional yang kita namakan cinta.

Pengikat Lidah dan Nurani

Berdiam ketika semua risau meracau,
berkata saat indera terbuka berkawan hati.
Bukankah yang tersulit adalah...
memilah antar keduanya?

His Perfect Plan

Siapakah kita,
memberi titik di tiap kalimat,
menyudahi lembar per lembar,
sementara penulis skenario terbaik,
tengah mencanangkan hal istimewa,
di babak selanjutnya?

Dendam Bukan Karma

Tiap orang memiliki kebebasan,
bahkan untuk menciderai yang lainnya.
Namun pernahkah kau sadar?
Saat kau berbuat demikian, kau menciderai pribadimu,
bahkan berkali lipat?
Dendam memakanmu hidup-hidup,
memaafkan akan mencuci bersih pribadimu.

Penyesalan berlalu

Lalu bayangkan bila yang tersisa hanya...
tiga ratus enam puluh lima hari,
ya sekian fajar dan sendja.

Akankah kau berbuat demikian?
Atau hanya lebih segera?

Magdalena

Pilihannya sederhana,
tanganmu yang sama abu,
atau tangan-Nya yang menoreh cerita?

Satu jari menunjuk,
empat lainnya akan kembali padamu.

Begitulah kelakar dunia,
yakinkah kau tak luput hitungan?

Kita, manusia. 

Malang Untung Dia yang tahu

Menabung belas kasih jauh lebih baik,
dari sekedar dikasihani.

Waktu akan membuktikan,
bahwa akhir yang indah tidak hanya dalam cerita,
dan Dia tidak pernah tidur sekejap pun.

Bukan Bicara Karma

Cara menghadapi cobaan jelas berbeda,
takaran air mata dan derita pun tak sama.
Ketika aku diam, kau turun tangan,
maka Dia pun angkat tangan terhadapmu.

Momentum

Sesuatu yang indah dan terbaik,
kadang datang dalam kesukaran kecil.

Analogi

Kenapa berjalan kalau bisa berlari?
Kenapa duduk diam kalau bisa berusaha?

Karena terkadang waktu dan dunia bertanding,
dengan candanya menguji perjalanan hidup kita.

Dengan kecepatan kita berlari, waktu tidak pernah kembali,
tidak pernah putar balik atau bahkan memperlambat detiknya.

Dengan usaha kita yang maksimal, dunia mengubah tatanannya,
yang teratur jadi berantakan dan yang jelas jadi tidak jelas.

Sesaat kita merasa benar-benar takut,
bisa jadi kebenaran ada di balik pintu,
menyambut kita yang cukup berani,
untuk memberi tanpa berharap.


@WorkSpot

Permission

My personal life got nothing to do with you,
but if so, you're the one who doesn't have anything.

With my permission,
you may fulfill yourself by wanting to be me.
The best revenge is success?

No, the best revenge is success,
and already forget you are having a revenge.

setelah itu lalu apa?

Mengetahui itu mudah,

yang paling sulit?
Menyimpan informasi itu.

Pada saat orang tidak bertanya, tidak berbicara,
bukan berarti mereka tidak menanti, tidak ingin tahu.

Itulah kenapa jadi intel paling susah.
Bukan mendapatkan informasi yang sulit,
tapi diam dan seakan tidak tahu,
itu bagian yang paling sulit.

Mengeja Kebahagiaan

Kebahagiaan itu relatif

Bahagiamu belum tentu bahagiaku. Apa yang terlihat baik, diamini baik, dianggap baik oleh sejuta umat dan diakui sebagai pandangan mayoritas, belum tentu yang baik untuk tiap pribadi. Demikian pula dengan kebahagiaan.

Manusia tidak akan pernah bahagia berada dimanapun, bersama siapapun, selama dirinya menginginkan berada di tempat lain, bersama orang lain. Semewah apapun tempatnya, seramai apapun mereka yang menemaninya.

Bahagia seorang nelayan bisa sebatas jumlah ikan tangkapan saat kembali ke darat, cukup untuk menghidupi keluarganya hari itu. Bahagia seorang penari bisa sebatas tepuk tangan para penonton yang datang untuk melihat pertunjukan bakatnya di atas panggung. Bahagia seorang pejabat bisa sebatas jam kerja yang minim, penghasilan yang maksimal, kesejahteraan bawahan yang rata-rata air; bisa jadi dia penganut paham efisien. Usaha minimal hasil maksimal, perduli setan dengan yang lain.

Dirumuskan, bahagia itu relatif dan beda takarannya tiap pribadi.

Kebahagiaan itu hak pribadi

Manusia dengan pemikirannya, bisa kita tilik dari omongan, perilaku dan pencitraan. Tapi urusan hati, yang tahu hanya dirinya sendiri dan sang pencipta. Pada saat kita mulai memakai takaran kita untuk menakar kebahagiaan orang lain dan menerapkan kalimat sakti "harusnya...dan harusnya dia..." maka kacaulah sudah. Kita telah merampas kemerdekaan seseorang berbahagia dengan caranya sendiri.

Siapapun orangnya, mungkin karena kita hidup lebih lama kita berfikir kita lebih mengerti, mengetahui, banyak makan asam garam dan sebagainya. Itu betul, tapi kembali lagi akan kebahagiaan sebagai hak pribadi seseorang. Hanya diri sendiri yang bisa menentukan ingin berbahagia atau tidak, bukan orang lain.

It's a like a friend's quote : when I'm single I'm happy, when I'm with my couple it's gotta be double happiness for me.

Yang intinya bila merepotkan, tidak membahagiakan, tidak mensejahterakan, saatnya berfikir ulang akan kegunaan pasangan/rekan kerja/keluarga/bos/anak buah atau siapapun itu yang ada di samping kita.

Bahkan di pagi hari, saat kita terbangun dan di luar hujan lebat, leher salah posisi tidur, sinusitis kumat dan menerima kabar buruk apapun itu, kita bisa menentukan untuk menjalani hidup hari itu dengan perasaan yang gembira. Tidak bisa? Start with a smile. Untuk tersenyum dibutuhkan otot bergerak lebih sedikit dibandingkan dengan cemburut. And believe it or not, senyum menghasilkan hormon yang akan membuat kita lebih gembira.

Kebahagiaan diri sendiri lebih penting

Nah, jangan buru-buru berfikiran pendek terhadap sub judul barusan. Saat kita berbahagia (menjadi diri sendiri) kita berpeluang lebih besar untuk membahagiakan orang lain. Bagaimana kita bisa berbagi kalau kita sendiri berkekurangan?

Ada teman yang hobinya menuangkan masalahnya kepada kita tanpa bertanya, bagaimana kabarmu hari ini? Apakah kalau aku curhat, harimu akan menjadi rusak? Adakah kau sendiri bermasalah dan ingin berbagi hari ini? Nah, untuk orang semacam inilah energi kita harus selalu penuh. Kita harus berbahagia dulu. Baru bisa membahagiakan orang lain.

Asalkan, bahagianya kita tidak merusak kebahagiaan orang lain. Asalkan sang penumpang tahu betul terkadang kita sebagai pengemudi bus bisa ngantuk, ngaco, dan begitu menikmati hidup. Istilahnya, resiko ditanggung masing-masing orang.

Kebahagiaan tidak sebatas bersyukur

Bersyukur adalah cara kilat untuk merasa bahagia, ya itu memang betul. Tapi dengan terus bersyukur dan tak berani bermimpi, kita telah membatasi diri kita sendiri. Mungkin kita tidak percaya bahwa kita dapat mencapai semua mimpi yang kita cita-citakan, tapi Dia, Tuhan sang pencipta selalu memampukan orang-orang yang terpilih.

Beranilah bermimpi. Jadilah besar, dan percayalah bahwa satu-satunya batas adalah waktu. Kita bisa menjadi apapun yang kita mau, sayangnya ada pembatasan usia tertentu untuk menyulap diri kita ke dalam berbagai profesi seperti jadi pilot, jadi penari, jadi model, tapi di luar itu..tidak ada yang mustahil.

Bersyukurlah dan terus naikkan bar cita-cita kita beberapa depa lebih tinggi. Hidup dengan tujuan, bahagia yang spesifik.

Bahagia adalah sekarang

Saya akan bahagia saat saya turun 5 kg, saya akan bahagia saat saya berhenti merokok, saya akan bahagia saat saya lebih putih, lebih kaya, lebih sering beribadah, lebih sukses.

Boleh saja, itu sah. Tapi kenapa harus menunggu semua itu terjadi untuk merasa bahagia? Berbahagialah dan itu akan memudahkan jalan kita menuju apapun yang kita inginkan. It takes one to know one. Dibutuhkan aura positif untuk menarik berbagai macam hal yang positif.

We hold the key of our own happiness,
realize that and be happy.

Not Just Saying

Banyak orang berlomba mengutarakan rasa, menyatakan cinta, sayang dan hal-hal muluk serba dongeng itu; klasifikasi di luar seks. Padahal banyak sekali hal yang bisa dilakukan untuk membuktikan.

Showing, not just saying.

Bilang cinta, bilang mengerti tapi tidak tahu bagaimana membuat senang, bagaimana membuat nyaman, bagaimana membuat puas. Bahkan hal paling sederhana bertolak belakang dengan kenyataan, di saat keberadaan kita tidak lagi membawa rasa senang dan nyaman, kita tetap berusaha mati-matian mempertahankan hubungan.

Padahal kalau saja kita mau percaya dengan, "kalau jodoh tidak kemana," bisa jadi orangnya tepat, waktunya yang salah. Dan langkahnya maupun benang hubungan sudah terlalu ngejelimet untuk dijalankan saat ini. Dibutuhkan penyetelan ulang, menyamakan kedudukan, dan bahkan menghapus segala noda yang ada di kaca. 

Cinta dibuktikan juga bukan dengan segala fasilitas yang bergelimpangan dan just a click away to enjoy. Cinta baru teruji keabsahannya saat kita polos, bukan siapa-siapa, bukan bisa apa, bukan punya apa, bukan memfasilitasi apa dan siapa. Kita yang hanya "perduli pada seseorang dengan cara yang paling jujur."

Will you still there when I'm nothing?
Will you still there if I can't provide anything?
Will you still there if I don't have this kind of patience limit?

Will you still there when I don't have anyone?
Will you?


Well, maybe we can't play that if if if game now. 
We will see.

pesan instan

Musuh kita bukanlah hanya kerasnya kepala
Tetapi tentara kata yang berbaris lewati jembatan media;
Unjuk kekuatan lewat layar berukuran senti saja
Bersenjata antena penjaja sinyal berjanji surga
Yang nyatanya: kadang tiba di medan perang, kadang tertunda.

Ini serupa argumen salah paham karena pesan instan tak juga diterima.
Sabar, ya...