Kebahagiaan itu relatif
Bahagiamu belum tentu bahagiaku. Apa yang terlihat baik, diamini baik, dianggap baik oleh sejuta umat dan diakui sebagai pandangan mayoritas, belum tentu yang baik untuk tiap pribadi. Demikian pula dengan kebahagiaan.
Manusia tidak akan pernah bahagia berada dimanapun, bersama siapapun, selama dirinya menginginkan berada di tempat lain, bersama orang lain. Semewah apapun tempatnya, seramai apapun mereka yang menemaninya.
Bahagia seorang nelayan bisa sebatas jumlah ikan tangkapan saat kembali ke darat, cukup untuk menghidupi keluarganya hari itu. Bahagia seorang penari bisa sebatas tepuk tangan para penonton yang datang untuk melihat pertunjukan bakatnya di atas panggung. Bahagia seorang pejabat bisa sebatas jam kerja yang minim, penghasilan yang maksimal, kesejahteraan bawahan yang rata-rata air; bisa jadi dia penganut paham efisien. Usaha minimal hasil maksimal, perduli setan dengan yang lain.
Dirumuskan, bahagia itu relatif dan beda takarannya tiap pribadi.
Kebahagiaan itu hak pribadi
Manusia dengan pemikirannya, bisa kita tilik dari omongan, perilaku dan pencitraan. Tapi urusan hati, yang tahu hanya dirinya sendiri dan sang pencipta. Pada saat kita mulai memakai takaran kita untuk menakar kebahagiaan orang lain dan menerapkan kalimat sakti "harusnya...dan harusnya dia..." maka kacaulah sudah. Kita telah merampas kemerdekaan seseorang berbahagia dengan caranya sendiri.
Siapapun orangnya, mungkin karena kita hidup lebih lama kita berfikir kita lebih mengerti, mengetahui, banyak makan asam garam dan sebagainya. Itu betul, tapi kembali lagi akan kebahagiaan sebagai hak pribadi seseorang. Hanya diri sendiri yang bisa menentukan ingin berbahagia atau tidak, bukan orang lain.
It's a like a friend's quote : when I'm single I'm happy, when I'm with my couple it's gotta be double happiness for me.
Yang intinya bila merepotkan, tidak membahagiakan, tidak mensejahterakan, saatnya berfikir ulang akan kegunaan pasangan/rekan kerja/keluarga/bos/anak buah atau siapapun itu yang ada di samping kita.
Bahkan di pagi hari, saat kita terbangun dan di luar hujan lebat, leher salah posisi tidur, sinusitis kumat dan menerima kabar buruk apapun itu, kita bisa menentukan untuk menjalani hidup hari itu dengan perasaan yang gembira. Tidak bisa? Start with a smile. Untuk tersenyum dibutuhkan otot bergerak lebih sedikit dibandingkan dengan cemburut. And believe it or not, senyum menghasilkan hormon yang akan membuat kita lebih gembira.
Kebahagiaan diri sendiri lebih penting
Nah, jangan buru-buru berfikiran pendek terhadap sub judul barusan. Saat kita berbahagia (menjadi diri sendiri) kita berpeluang lebih besar untuk membahagiakan orang lain. Bagaimana kita bisa berbagi kalau kita sendiri berkekurangan?
Ada teman yang hobinya menuangkan masalahnya kepada kita tanpa bertanya, bagaimana kabarmu hari ini? Apakah kalau aku curhat, harimu akan menjadi rusak? Adakah kau sendiri bermasalah dan ingin berbagi hari ini? Nah, untuk orang semacam inilah energi kita harus selalu penuh. Kita harus berbahagia dulu. Baru bisa membahagiakan orang lain.
Asalkan, bahagianya kita tidak merusak kebahagiaan orang lain. Asalkan sang penumpang tahu betul terkadang kita sebagai pengemudi bus bisa ngantuk, ngaco, dan begitu menikmati hidup. Istilahnya, resiko ditanggung masing-masing orang.
Kebahagiaan tidak sebatas bersyukur
Bersyukur adalah cara kilat untuk merasa bahagia, ya itu memang betul. Tapi dengan terus bersyukur dan tak berani bermimpi, kita telah membatasi diri kita sendiri. Mungkin kita tidak percaya bahwa kita dapat mencapai semua mimpi yang kita cita-citakan, tapi Dia, Tuhan sang pencipta selalu memampukan orang-orang yang terpilih.
Beranilah bermimpi. Jadilah besar, dan percayalah bahwa satu-satunya batas adalah waktu. Kita bisa menjadi apapun yang kita mau, sayangnya ada pembatasan usia tertentu untuk menyulap diri kita ke dalam berbagai profesi seperti jadi pilot, jadi penari, jadi model, tapi di luar itu..tidak ada yang mustahil.
Bersyukurlah dan terus naikkan bar cita-cita kita beberapa depa lebih tinggi. Hidup dengan tujuan, bahagia yang spesifik.
Bahagia adalah sekarang
Saya akan bahagia saat saya turun 5 kg, saya akan bahagia saat saya berhenti merokok, saya akan bahagia saat saya lebih putih, lebih kaya, lebih sering beribadah, lebih sukses.
Boleh saja, itu sah. Tapi kenapa harus menunggu semua itu terjadi untuk merasa bahagia? Berbahagialah dan itu akan memudahkan jalan kita menuju apapun yang kita inginkan. It takes one to know one. Dibutuhkan aura positif untuk menarik berbagai macam hal yang positif.
We hold the key of our own happiness,
realize that and be happy.
No comments:
Post a Comment