Mencintaimu bagai rangkaian perjuangan yang tiada akhir. Pertama-tama kau jajah ragaku dengan kenikmatan yang memabukkan, perlahan kau tiupkan opium yang mengalir dalam darahku hingga akhirnya pikiranku berhasil kau rasuki. Dan yang terkejam adalah saat kau ambil semua kekayaan hatiku. Sungguh tiada lagi peluangku untuk bahagia kecuali hadirkan kau di sisiku.
Jadi sekarang aku tengah menciptakan alamku sendiri. Dimana aku tengah mengumpulkan semangat juang dan rintis koloni untuk memperoleh kembali kemerdekaanku. Tapi seperti tadi yang kubilang, ini semua usahaku untuk mencintaimu, yang syukur-syukur bila aku bisa sedikit memilikimu. Seperti sekarang, dimana kau terperangkap dalam alamku, dan aku menyesapmu perlahan, seakan takut bersaing dengan waktu.
Setelah merasa cukup kuat, pertama-tama aku melakukan serangan terbuka. Layaknya seorang gentleman, ehm maksudku lady, aku mengobarkan tanda perangku padamu. Aku nyatakan keberatanku atas penjajahan yang kau lakukan. Tentunya aku juga tidak boleh memutarbalikkan fakta dan berkata bahwa aku menderita. Hm, tepatnya raga memang menderita, panas terik dan dingin menggigit. Tapi aku nikmati derita itu, karena kau sungguh sengsara membawa nikmat.
Tapi ya aku berusaha konsisten. Setelah kuproklamasikan keberatanku atas perasaan cinta yang sudah kau kobarkan sedemikian hebat, aku harus berusaha..yah, paling tidak supaya dilihat bukan sekedar lidah tak bertulang. Aku coba, dengan sekutu yang paling kuat, yaitu raga-nafsu-libido! Dan akhirnya malahan aku yang pertama mengangkat bendera putih, sungguh aku menyerah, sayang!
Langkah berikutnya adalah perang gerilya. Sekali ini aku berusaha membujuk pikiran dan nuraniku. Yang lama terlena olehmu. Awalnya mereka menolak, namun lama kelamaan aku berhasil juga. Sungguh aku ini negosiator yang hebat atau seseorang yang kopeh, ini masih aku pertanyakan. Mereka kuanggap sebagai senjata paling mutakhirku. Ayo, pikiran..lihat bahwa aku bisa mendapatkan yang lebih baik. Nah, kau lihat kan nurani..betapa aku ini jatuh dalam limbah dosa. Dan hasilnya..nihil, nol besar!!
Jadi, aku harap kamu bisa memaklumi ketidak konsistenanku. Aku sudah berusaha, sungguh! Dengan kompromi disana sini, persuasi sana sini, sogok sana sini, dan lain-lain..tapi mungkin dulu aku terlalu banyak menyakiti orang, jadi sekarang karmaku adalah mencintai kamu, yang kucintai dengan segenap jiwa dan ragaku, namun pastinya tidak dapat kumiliki! Dan ini sudah harga mati, sayang..
No comments:
Post a Comment